Tak satu pun manusia yang tidak suka terhadap harta. Tiada seorang pun bani
Adam yang tidak senang jika rizkinya melimpah. Tiada seorang insan pun yang
tidak gembira bila kekayaannya semakin bertambah. Allâh Yang Maha Mengetahui
telah menguraikan jati diri makhluk yang bernama manusia dalam firman-Nya :
Dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.
[al-Fajr/89:20]
Di sisi lain banyak juga kaum muslimin berbaju Islam, tapi prinsip hidupnya
adalah ideologi komunis, yaitu “tujuan menghalalkan segala cara.” Yang penting
menghasilkan banyak uang, cara apapun boleh dan pasti akan ditempuh, meskipun
harus menghisap darah saudaranya dengan berbagai praktek riba, renten dan
beternak uang. Mereka menari-nari diatas penderitaan orang lain, bahkan gembira
berenang dalam sungai darah makhluk sejenisnya.
Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabb kalian, karena sesungguhnya Dia
adalah Sang Maha Pengampun-!’
Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepada kalian dengan lebat. Dan membanyakkan
harta dan anak-anak kalian, dan mengadakan untuk kalian kebun-kebun, serta
mengadakan (pula di dalamnya) untuk kalian sungai-sungai. [Nûh/71:10-12]
Aku telah meminta hujan menggunakan kunci-kunci pengendali langit, yang dengan
akan diturunkan hujan.
Kemudian beliau membaca firman-Nya (yang artinya),” Maka aku katakan kepada
mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabb kalian, karena sesungguhnya Dia adalah Sang
Maha Pengampun-!’ Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepada kalian dengan
lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anak kalian, dan mengadakan untuk kalian
kebun-kebun, serta mengadakan (pula di dalamnya) untuk kalian sungai-sungai.
(Nûh/71:10-12). Riwayat ini disebutkan oleh al-Qurthubi dan Ibnu Katsir dalam
tafsir mereka.
Generasi tabi'in pun memberikan teladan dalam pengamalan ayat yang mulia ini.
Dikisahkan bahwa al-Imam al-Hasan al-Bashri, ketika beliau rahimahullah
didatangi oleh seorang lelaki dan mengeluhkan paceklik serta kemarau yang
panjang. Kemudian beliau rahimahullah menasehatkan agar beristighfâr dan
memohon ampunan atas dosa-dosanya. Kemudian datang lagi orang lain seraya
mengeluhkan kefakiran serta kemeleratannya. Lalu beliau pun menasehatkan agar
beristighfâr dan memohon ampunan atas dosa-dosanya. Pernah datang orang yang
lain pula seraya mengeluh karena belum dikaruniai anak dan keturunan, maka
beliau pun menasehatkan agar beristighfâr dan memohon ampunan atas
dosa-dosanya. Juga datang orang yang lain seraya mengeluhkan kegagalan
pertaniannya, beliau pun menasehatkan agar beristighfar dan memohon ampunan
atas dosa-dosanya. Akhirnya, beliau pun ditanya, “Kenapa setiap orang yang
kepada anda mengeluhkan keadaannya, selalu anda menasehati mereka agar
memperbanyak istighfâr ?” Beliau menjawab :
Tidak sedikitpun yang aku katakan itu yang bersumber dari diriku, sesungguhnya
Allâh berfirman dalam surat Nuh, (yang artinya), “Maka aku katakan kepada
mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabb kalian, karena sesungguhnya Dia adalah Sang
Maha Pengampun-!’ Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepada kalian dengan
lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anak kalian, dan mengadakan untuk kalian
kebun-kebun, serta mengadakan (pula di dalamnya) untuk kalian sungai-sungai.
[Nûh/71:10-12]
Jika demikian, kehebatan istighfar, serta begitu besar dan luas pengaruhnya
dalam kehidupan manusia, maka tampak bagi kita, bahwa tidak seorang pun yang
tidak membutuhkan istighfâr, bahkan Rasûlullâh yang mulia setiap harinya
beristighfâr 70 kali, sebagaimana Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam jelaskan
dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَاللَّهِ إِنِّى
لأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِى الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً
Demi Allah, sesungguhnya aku beristighfâr dan bertaubat kepada Allâh lebih dari
70 kali dalam sehari.” (HR. Bukhari)
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah dijamin masuk surga, dosa-dosanya
yang terdahulu maupun yang akan datang sudah diampuni, termasuk makhluk yang
paling dicintai Allah Azza wa Jalla, ternyata sedemikian banyak dalam
keseharian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon ampunan atas
dosa-dosanya. Kita sebagai umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
tidak dijamin masuk surga, tidak dijamin diampuni dosa-dosa kita, tentunya kita
lebih butuh untuk beristighfâr dan memperbanyaknya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam memberikan motivasi :
Barangsiapa memperbanyak istighfar, niscaya Allâh merubah setiap kesedihannya
menjadi kegembiraan; Allah Azza wa Jalla memberikan solusi dari setiap
kesempitannya (kesulitannya), dan Allâh anugerahkan rizki dari jalur yang tiada
disangka-sangka. [HR. Ahmad dan al-Hakim]
Dengan demikian, apapun kesulitan kita, apapun kesedihan yang kita rasakan,
apapun kegundahan yang menghantui kita, maka solusinya adalah memperbanyak
istighfâr. Bahkan dalam urusan dunia, kemiskinan dan belum adanya keturunan,
maka jalan keluarnya adalah memperbanyak permohonan ampun kepada Allah Azza wa
Jalla atas dosa-dosa kita.
Semoga kita dijadikan oleh Allâh sebagai hamba-hamba-Nya yang bisa mengisi dan
memenuhi detik-detik sisa hidup kita dengan memperbanyak istighfâr dan memohon
ampunan atas semua kesalahan dan dosa, baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja. Amiin.
Sungguh rugi ! orang yang tidak membasahi lisannya dengan istighfâr.
Sungguh rugi manusia yang tidak sibuk menggugurkan dosa-dosanya dengan
istighfar.
Sungguh rugi bani Adam yang tidak berusaha meninggikan derajatnya dengan
istighfar.
Sementara, waktu terus bergulir, zaman terus berganti, yang pergi tidak akan
pernah kembali. Umur terus bertambah, pertanda ajal semakin dekat, sampai
akhirnya pintu taubat ditutup rapat.
Istighfar adalah solusi dari semua problem dan masalah yang kita hadapi, bahkan
salah satu sumber kebahagiaan yang kita idamkan. Akan tetapi perlu diingat,
tidak semua istighfâr bermanfaat bagi pelakunya. Istighfâr yang bermanfaat
yaitu istighfâr, permohonan ampun yang jujur yang keluar dari lubuk hati yang
paling dalam, yang benar-benar menyesali perbuatan dosanya. Istighfâr dengan
lisan, lalu disetujui oleh sanubari, seraya bertekad untuk tidak mengulangi
perbuatan dosa, serta dibuktikan dengan anggota badan dengan berhenti dari
segala kemaksiatan. Istighfâr model inilah yang bakal bisa menjadi sebab
bebasnya kita dari segala kesedihan dan kesempitan, bahkan mengundang rizki
dari Allah Azza wa Jalla melalui jalur yang tiada kita sangka-sangka.
Semoga kita dianugerahi Allâh hidayah, taufiq dan kekuatan untuk menjadi
hamba-hamba-Nya yang pandai memperbanyak istighfâr dengan penuh kejujuran,
sehingga kebahagiaan dan kenikmatan senantiasa meliputi kita di dunia dan di
akherat. Amiin. (Abul Barokaat Lc)
0 comments:
Post a Comment